Era baru teknologi kecerdasan buatan tampaknya sudah dimulai. Saat ini banyak sekali perusahaan teknologi terkemuka di dunia yang berfokus mengembangkan aplikasi artificial intelligence (AI) versi mereka. Kesuksesan ChatGPT beberapa waktu lalu ditengarai menjadi pemantiknya.

Perusahaan pemberi pinjaman asal Rusia Sberbank meluncurkan aplikasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) pesaing ChatGPT bernama GigaChat pada Senin (24/4), seperti dikutip dari Reuters. Aplikasi itu kini masih dalam tahap uji coba bagi sejumlah undangan.

GigaChat dapat berfungsi layaknya chatbot, seperti menjawab pertanyaan dan melakukan percakapan. Namun, menurut Sberbank, aplikasinya mampu berkomunikasi lebih cerdas dan efektif dalam bahasa Rusia dibandingkan jaringan asing lainnya. Kemunculan GigaChat menjadi salah satu cara Rusia untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan teknologi dari luar negaranya. Musababnya, semakin banyak negara barat yang memangkas ekspor dan memberikan sanksi pada Rusia atas tindakan mereka terhadap Ukraina.

Namun kini aplikasi berbahasa Rusia tersebut baru tersedia dalam mode uji coba dan terbatas bagi para undangan.GigaChat diluncurkan menyusul keberhasilan ChatGPT. Sebagian ahli melihat ini sebagai babak baru perlombaan teknologi antara AS-Rusia. Kesuksesan ChatGPT itu memang memantik perusahaan teknologi dan pemodal lain untuk membuat hal serupa. Contohnya Google yang mempercepat chatbot miliknya.

Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir, Rusia tengah memperkuat sektor teknologi lokalnya. Terkhusus, semenjak terdampak rentetan sanksi dari negara Barat buntut serangan mereka ke Ukraina.Tak hanya itu, Kremlin juga telah menyerukan pemblokiran berbagai situs dan platform sosial media guna meredam kritik atas serangan mereka ke Rusia.

Terlepas dari itu, OpenAI, perusahaan yang mengembangkan ChatGPT terus berbenah. Setelah menghebohkan dunia dengan kecerdasan buatan berbentuk chatbot tersebut, mereka terus melakukan pengembangan di berbagai sisinya.

Belum lama ini, OpenAI bahkan sudah merilis versi terbaru dari ChatGPT bernama GPT-4. Melalui laman resmi OpenAI, mereka mengungkapkan GPT 3.5, yang menjadi tenaga ChatGPT, memiliki tingkat kecerdasan berbeda dengan versi terbarunya, GPT-4.

GPT-4 diketahui dilatih oleh Microsoft Azure AI supercomputers. Hal ini diklaim akan membuat performanya bisa meningkat tajam. Sistem terbaru dari OpenAI ini juga menghasilkan respons yang lebih aman. Pemecahan masalah yang sulit dapat diselesaikan secara lebih cepat dan memiliki akurasi yang lebih tinggi.

GPT-4 juga diklaim 82 persen lebih kecil kemungkinan untuk menanggapi permintaan konten yang tidak diizinkan. OpenAI juga mengungkap GPT-4 lebih kreatif dan kolaboratif dibanding ChatGPT.

Dengan teknologi barunya, GPT-4 juga sudah mampu mengubah penulisan teknis menjadi penulisan kreatif, seperti menulis lagu ataupun skenario. Selain itu, GPT-4 juga sudah mampu menerima gambar sebagai input dan berhasil menerjemahkannya sesuai perintah yang diinginkan pembuat perintah.

Misalnya, pengguna mengirimkan gambar bahan-bahan mentah, lalu AI akan meresponnya dengan merekomendasikan bahan mentah tersebut menjadi sebuah barang jadi, seperti resep pembuatan roti atau lainnya.

Meski menandai era baru teknologi kecerdasan buatan, penggunaan chatbot yang kian luas menimbulkan dampak buruk. Misalnya, kemampuan ChatGPT mengerjakan soal matematika kerap digunakan pelajar untuk menyelesaikan tugas mereka. “Awalnya memang membantu, tetapi ini tidak mencapai tujuan pembelajaran,” kata Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya kepada Katadata.co.id, pada Desember 2022 lalu.  Kemudian, teknologi kecerdasan buatan berpotensi menggantikan posisi para pekerja kerah putih atau pegawai kantoran. Hal ini bahkan telah terjadi pada beberapa perusahaan raksasa teknologi.

Melansir Financial Times, perusahaan teknologi seperti Microsoft, Meta, Google, Amazon, dan Twitter mengembangkan layanan berbasis kecerdasan buatan untuk platform mereka. Namun, lima perusahaan itu kemudian memutus kerja karyawan yang melakukan pengembangan tersebut. Sejumlah negara pun mengambil kebijakan untuk memblokir ChatGPT, yakni Cina, Iran, Korea Utara, Rusia, dan Italia. 

Otoritas Perlindungan Data Italia, misalnya, menilai aplikasi tersebut kurang transparan terhadap penggunaan data pribadi pengguna dan tidak memiliki sistem verifikasi usia pengguna. Uni Eropa juga tengah mempersiapkan undang-undang tentang kecerdasan buatan, yang akan sejalan dengan undang-undang perlindungan data pribadi.

Sumber :
katadata.co.id
cnnindonesia.com
hypeabis.id

Divisi Komunikasi dan Informasi

Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi

Universitas Tanjungpura2022/2023


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *