Persaingan antara GoTo dan Grab telah menjadi sorotan utama dalam lanskap teknologi Asia Tenggara selama lebih dari satu dekade. Keduanya bukan hanya sekedar perusahaan transportasi daring, tetapi telah berevolusi menjadi “super app” yang menyediakan berbagai layanan mulai dari ride-hailing, pengantaran makanan, pengiriman barang, hingga layanan keuangan digital. Namun, pada tahun 2025, arah persaingan ini berubah drastis seiring dengan munculnya wacana merger antara dua raksasa digital ini. Merger ini, jika terwujud, diperkirakan akan mengubah struktur industri teknologi di kawasan secara menyeluruh. Pada artikel ini akan membahas sejarah kedua perusahaan tersebut hingga perkembangannya, perbandingan GoTo dan Grab, dan juga wacana merger kedua perusahaan serta dampak yang berpotensi ditimbulkan dari merger tersebut.
Daftar Isi
Sejarah GoTo

Gojek lahir di Jakarta pada tahun 2010 sebagai layanan ojek berbasis call center, didirikan oleh Nadiem Makarim. Kala itu, layanan transportasi online belum populer, dan masyarakat masih mengandalkan ojek pangkalan yang sulit dijangkau. Melihat celah ini, Gojek memperkenalkan cara baru memesan ojek secara efisien.
Tahun 2015 menjadi titik balik penting ketika Gojek meluncurkan aplikasi mobile yang memuat berbagai layanan digital seperti GoRide (transportasi), GoSend (pengiriman barang), dan GoMart (belanja kebutuhan sehari-hari). Inovasi terus dilakukan hingga akhirnya pada tahun 2021, Gojek resmi bergabung dengan raksasa e-commerce Tokopedia. Penggabungan ini melahirkan entitas baru bernama GoTo Group (GOTO), yang langsung menjadi salah satu ekosistem digital terbesar di Asia Tenggara.
Layanan GoTo
GoTo menawarkan ekosistem digital yang terintegrasi melalui tiga layanan utama:
- Gojek: Menyediakan layanan transportasi online, pengantaran makanan (GoFood), logistik, dan berbagai layanan sehari-hari lainnya.
- Tokopedia: Platform e-commerce besar yang menghubungkan jutaan penjual dan pembeli di seluruh Indonesia.
- GoTo Financial: Menyediakan layanan keuangan digital, termasuk dompet digital GoPay, pembiayaan usaha kecil, hingga layanan investasi.
Melalui sinergi ketiga pilar ini, GoTo berupaya memenuhi kebutuhan konsumen dari transportasi hingga transaksi finansial dalam satu aplikasi.
Perkembangan GoTo
GoTo mencatat kemajuan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hingga tahun 2024, perusahaan memiliki lebih dari 3,1 juta mitra pengemudi yang tergabung dalam ekosistemnya.
Dari sisi keuangan, GoTo berhasil membalikkan keadaan. Setelah mencatatkan kerugian sebesar Rp. 3,67 triliun pada tahun sebelumnya, GoTo meraih laba bersih sebesar Rp. 327 miliar pada tahun 2024. Jumlah pengguna aktif bulanannya (Monthly Transacting Users/MTU) juga tumbuh 22% dibanding tahun sebelumnya, menandakan peningkatan partisipasi dan loyalitas konsumen terhadap platform ini.
Sejarah Grab

Sementara itu, Grab didirikan di Malaysia pada tahun 2012 dengan nama MyTeksi oleh Anthony Tan dan Tan Hooi Ling. Awalnya hanya fokus pada layanan taksi daring di Kuala Lumpur, Grab dengan cepat melebarkan sayapnya ke berbagai kota dan negara lain di Asia Tenggara.
Perusahaan ini kemudian memindahkan kantor pusatnya ke Singapura dan meluncurkan layanan ride-hailing berbasis aplikasi. Dalam waktu singkat, Grab berkembang menjadi super app dengan berbagai fitur mulai dari transportasi, pengantaran makanan (GrabFood), logistik (GrabExpress), hingga layanan keuangan digital (GrabFin).
Layanan Grab
Grab menawarkan beragam layanan yang mencakup:
- Transportasi: Layanan ride-hailing untuk mobil dan motor.
- GrabFood: Layanan pengantaran makanan dengan cakupan luas.
- GrabExpress: Layanan pengiriman barang instan dan terjadwal.
- GrabFin: Layanan keuangan digital mencakup dompet digital, kredit, dan asuransi.
Super app ini menjadi salah satu platform teknologi paling dominan di Asia Tenggara, melayani berbagai kebutuhan sehari-hari masyarakat hanya dalam satu aplikasi.
Perkembangan Grab
Grab mencatatkan sekitar 43,9 juta pengguna aktif bulanan pada akhir tahun 2024, menunjukkan tingkat penetrasi pasar yang sangat kuat di berbagai negara Asia Tenggara.
Pendapatan dari sektor pengiriman barang seperti GrabExpress tumbuh pesat, mencapai US$1,2 miliar atau naik 80% secara tahunan. Dari sisi kemitraan, Grab memiliki lebih dari 5 juta mitra pengemudi, menjadikannya salah satu jaringan logistik dan transportasi terbesar di kawasan ini.
Perbandingan GoTo dan Grab
Aspek | GoTo | Grab |
Asal Usul | Indonesia (Gojek + Tokopedia) | Malaysia, kini berbasis di Singapura |
Tahun Berdiri | Gojek (2010), merger jadi GOTO (2021) | 2012 |
Lini Bisnis | Transportasi, e-commerce, keuangan | Transportasi, logistik, makanan, keuangan |
Model Bisnis | Ekosistem digital Indonesia | Super app Asia Tenggara |
Jumlah Mitra Driver | >3,1 juta (2024) | ~5 juta (2024) |
Keuntungan (2024) | Rp. 327 miliar | US$1,2 miliar dari layanan pengiriman |
Perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun berasal dari negara berbeda dan memiliki struktur bisnis yang unik, keduanya memiliki kekuatan besar dalam skala, inovasi, dan jangkauan pasar.
Wacana Merger GoTo dan Grab
Pada awal 2025, muncul laporan mengejutkan: Grab sedang dalam pembicaraan untuk mengakuisisi GoTo dengan nilai kesepakatan yang diperkirakan mencapai US$7 miliar. Jika terealisasi, merger ini akan membentuk perusahaan digital raksasa dengan dominasi sekitar 85% pasar ride-hailing Asia Tenggara, serta potensi sinergi besar di sektor pengiriman, makanan, dan keuangan digital.
Namun, kabar ini juga menimbulkan kekhawatiran. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Indonesia menyoroti potensi dampak negatif terhadap struktur pasar dan persaingan usaha. KPPU menyatakan bahwa dominasi berlebihan dapat menekan kompetitor kecil dan merugikan konsumen dalam jangka panjang.
Dampak Merger GoTo dan Grab
Potensi Positif:
- Efisiensi Operasional: Merger dapat mengurangi biaya operasional melalui konsolidasi teknologi dan logistik.
- Peningkatan Layanan: Integrasi sistem memungkinkan inovasi layanan yang lebih cepat dan menyeluruh bagi konsumen.
- Daya Saing Global: Entitas gabungan akan memiliki kekuatan finansial dan teknologi untuk bersaing di pasar internasional.
Potensi Negatif:
- Pengurangan Persaingan: Dengan hilangnya pesaing utama, konsumen mungkin menghadapi kenaikan harga atau penurunan kualitas layanan.
- Risiko Monopoli: Posisi dominan dapat menyulitkan pemain baru untuk masuk pasar.
- Dampak bagi Mitra Driver: Efisiensi operasional bisa berarti pengurangan insentif atau bahkan pemutusan hubungan kerja bagi sebagian mitra pengemudi.
Penutup
Rivalitas antara GoTo dan GRAB telah memicu percepatan digitalisasi di Asia Tenggara, memperkaya pilihan layanan dan membuka jutaan lapangan kerja. Namun, wacana merger di tahun 2025 membawa dinamika baru: dari persaingan menuju konsolidasi.
Keputusan akhir mengenai merger ini akan bergantung pada banyak faktor: persetujuan regulator, kesiapan internal perusahaan, dan tanggapan publik. Yang jelas, apapun hasilnya, merger ini akan menjadi momen penting dalam sejarah industri teknologi Asia Tenggara—sebuah titik balik yang akan menentukan arah inovasi, kompetisi, dan masa depan ekonomi digital kawasan ini.
Sumber:
– KapanLagi.com
– Tempo
– Detik.com
– KataData
Divisi Komunikasi dan Infomasi
Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi Universitas Tanjungpura 2024/2025
0 Komentar